Rabu, 07 November 2012

Hasil Loby

teman-teman... Akhirnyaa...

STATISTIKA MASUK JAM 1 DI 309!

dan ngerasa jahat udah nyuruh PJ buat ngeloby..
ma'af ya riris..

sungguh membaca sms bapak kau itu rasanya ingin menangis sedih, ternyata tak bisa dipungiri, cinta guru sejati pada muridnya lebih kental dr cinta haram 2 anak manusia..

*jleb* sok bijak lagi..

Sabtu, 20 Oktober 2012

3 Tingkatan Kaum Muslimin


(Oleh: Ustadz Ashim Bin Musthafa)
(Qs. Fâthir/35:32)
Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu 
yaitu Al Kitab (Al Quran) itulah yang benar, 
dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. 
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui 
lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. 

(Qs. Fâthir/35:31)
 
AL-QUR‘AN MERUPAKAN KEBENARAN DARI ALLAH TA'ALA
Allâh Ta'ala mengabarkan bahwa Al-Qur‘ân yang diwahyukan kepada Rasul-Nya adalah kebenaran. Muatan kebenaran yang terkandung di dalam Al-Qur‘ân memberikan pengertian bahwa seluruh perkara dan urusan yang telah tertera di dalamnya, baik dalam masalah ilahiyyat (aqidah tentang Allâh Ta'ala), perkara-perkara ghaib, maupun perkara-perkara lainnya adalah persis dengan kenyataan yang sebenarnya.
Al-Qur‘ân membenarkan kitab-kitab dan para rasul sebelumnya. Para rasul sebelum Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam juga telah mengabarkan akan datangnya Al-Qur‘ân. Oleh sebab itu, tidak mungkin seseorang beriman kepada kitab-kitab yang dibawa oleh para rasul (sebelum Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam) tersebut, akan tetapi mengingkari Al-Qur‘ân. Pasalnya, pengingkaran orang tersebut kepada Al-Qur‘ân bertentangan dengan keimanannya kepada kitab-kitab sebelumnya (karena berita tentang Al-Qur‘ân telah termuat di dalam kitab-kitab tersebut).
Ditambah lagi, keterangan-keterangan dalam kitab-kitab sebelumnya tersebut bersesuaian dengan apa yang tertera di dalam Al-Qur‘ân. Misalnya, Allâh Ta'ala memberi kepada masing-masing umat sesuatu yang sesuai dengan kondisinya.
Dalam konteks ini, syariat-syariat yang berlaku pada zaman dahulu tidak relevan kecuali untuk masa dan zaman mereka. Oleh karena itu, Allâh Ta'ala senantiasa mengutus para rasul, sampai akhirnya ditutup oleh Rasûlullâh Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam. Beliau datang dengan aturan syariat yang relevan untuk setiap tempat dan masa. Demikian ringkasan keterangan Syaikh as-Sa’dirahimahullâh tentang ayat ke 31 dari surat Fâthir.[1]

TIGA GOLONGAN KAUM MUSLIMIN
Allâh Ta'ala mengabarkan betapa agung kemurahan dan kenikmatan-Nya yang telah dicurahkan kepada umat Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam. Pilihan Allâh Ta'ala kepada mereka, lantaran mereka umat yang sempurna dengan akalnya, memiliki pemikiran terbaik, hati yang lunak, dan jiwa yang bersih.[2]
Secara khusus, Allâh Ta'ala mewariskan kitab yang berisi kebenaran dan hidayah hakiki (Al-Qur‘ân) kepada mereka. Kitab suci yang juga memuat kandungan al-haq yang ada dalam Injil dan Taurat. Sebab, dua kitab tersebut sudah tidak relevan untuk menjadi hidayah dan pedoman bagi umat manusia, lantaran telah terintervensi oleh campur tangan manusia.[3]
Allâh Ta'ala menggolongkan orang-orang yang menerima Al-Qur‘ân, yaitu kaum muslimin menjadi tiga macam golongan. Golongan pertama disebut zhâlim linafsihi. Golongan kedua disebut muqtashid. Golongan terakhir disebut sâbiqun bil-khairât.

Golongan Pertama : zhâlim linafsihi (zhâlim linafsihi)
Makna zhâlim linafsihi merupakan sebutan bagi orang-orang muslim yang berbuat taqshîr (kurang beramal) dalam sebagian kewajiban, ditambah dengan tindakan beberapa pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan, termasuk dosa-dosa besar.[4] Atau dengan kata lain, orang yang taat kepada Allâh Ta'ala, akan tetapi ia juga berbuat maksiat kepada-Nya. Karakter golongan ini tertuang dalam firman Allâh Ta'ala berikut:[5]
(Qs. at-Taubah/9: 102)
Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, 
mereka mencampur-baurkan perkerjaan yang baik
dengan pekerjaan lain yang buruk.
Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. 
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(Qs. at-Taubah/9: 102)

Golongan Kedua: al-muqtashid (al-muqtashid)
Orang-orang yang termasuk dalam istilah ini, ialah mereka yang taat kepada Allâh Ta'ala tanpa melakukan kemaksiatan, namun tidak menjalankan ibadah-ibadah sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allâh Ta'ala. Juga diperuntukkan bagi orang yang telah mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan saja. Tidak lebih dari itu.[6] Atau dalam pengertian lain, orang-orang yang telah mengerjakan kewajiban-kewajiban, meninggalkan perbuatan haram, namun diselingi dengan meninggalkan sejumlah amalan sunnah dan melakukan perkara yang makruh.[7]

Golongan Ketigasâbiqun bil-khairât (sâbiqun bil-khairât)
Kelompok ini berciri menjalankan kewajiban-kewajiban dari Allâh Ta'ala dan menjauhi muharramât(larangan-larangan). Selain itu, keistimewaan yang tidak lepas dari mereka adalah kemauan untuk menjalankan amalan-amalan ketaatan yang bukan wajib (sunnat) untuk mendekatkan diri mereka kepada Allâh Ta'ala.[8] Atau mereka adalah orang-orang yang mengerjakan kewajiban-kewajiban, amalan-amalan sunnah lagi menjauhi dosa-dosa besar dan kecil.[9]
Adalah merupakan sesuatu yang menarik, manakala Imam al-Qurthubi rahimahullâhmengetengahkan sekian banyak pendapat ulama berkaitan dengan sifat-sifat tiga golongan di atas. Sehingga bisa dijadikan sebagai cermin dan bahan muhasabah (introspeksi diri) bagi seorang muslim dalam kehidupan sehari-harinya; apakah ia termasuk dalam golongan pertama (paling rendah), tengah-tengah, atau menempati posisi yang terbaik dalam setiap sikap, perkataan dan tindakan.[10]

JANJI BAIK DARI ALLAH TA'ALA KEPADA TIGA GOLONGAN TERSEBUT
Kemudian Allâh Ta'ala menjelaskan bahwa Dia menjanjikan Jannatun-Na’im terhadap tiga golongan itu, dan Allâh Ta'ala tidak memungkiri janji-Nya.
Allâh Ta'ala berfirman:
(Qs. Fâthir/35:33)
(Bagi mereka) surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya,
di dalamnya mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, 
dan dengan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutera. 

(Qs. Fâthir/35:33)

Janji Allâh Ta'ala berupa Jannatun-Na’îm kepada semua golongan tersebut, digapai pertama kali – berdasarkan urutan pada ayat – oleh golongan zhâlim linafsih. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayat ini termasuk arjâ âyâtil-Qur‘ân. Yaitu ayat Al-Qur‘ân yang sangat membekaskan sikap optimisme yang sangat kuat pada umat. Tidak ada satu pun seorang muslim yang keluar dari tiga klasifikasi di atas. Sehingga ayat ini dapat dijadikan sebagai dasar argumentasi bahwa pelaku dosa besar tidak kekal abadi di neraka. Pasalnya, golongan orang kafir dan balasan bagi mereka, secara khusus telah dibicarakan pada ayat-ayat setelahnya (surat Fâthir/35 ayat 36-37).
Syaikh ‘Abdul-Muhsin al-Abbâd hafizhahullah berkata tentang ayat di atas: “Allâh Ta'ala mengabarkan tentang besarnya kemurahan dan kenikmatan dengan memilih siapa saja yang Dia kehendaki untuk masuk Islam dengan mencakup tiga golongan secara keseluruhan. Setiap orang yang telah memperoleh hidayah Islam dari Allâh Ta'ala, maka tempat kembalinya adalah jannah, kendati golongan pertama akan mengalami siksa atas perbuatan kezhaliman yang dilakukan terhadap dirinya sendiri”.[11]
Hal ini sangat berbeda dengan kondisi Ahlul Kitab. Mereka hanya terbagi menjadi dua kelompok, yakni golongan yang muqtashid dalam beramal, dan golongan kedua yang jumlahnya lebih dominan adalah orang-orang yang amalannya buruk.
Allâh Ta'ala berfirman:
(Qs. al-Mâ‘idah/5:66)
… Di antara mereka ada golongan yang pertengahan.
Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.

(Qs. al-Mâ‘idah/5:66)

MENGAPA ZHÂLIMUN LINAFSIHI DIDAHULUKAN PENYEBUTANNYA DALAM AYAT?
Mengapa golongan zhâlim linafsihi dikedepankan dalam memperoleh janji Jannatun-Na’iimdibandingkan dua golongan lainnya (al-muqatshid dan sâbiqun bil-khairât), padahal merupakan tingkatan manusia yang terendah dari tiga golongan yang ada? Para ulama telah mencoba menganalisa penyebabnya. Sebagian ulama berpendapat, supaya golongan pertama itu tidak mengalami keputus-asaan dari rahmat Allâh Ta'ala, dan golongan sâbiqun bilkhairat tidak silau dan terperdaya dengan amalan sendiri. Sebagian ulama lain menyatakan, alasan mendahulukan golongan zhâlimun linafsihi lantaran mayoritas penghuni surga berasal dari golongan itu. Sebab, orang yang tidak pernah terjerumus dalam perbuatan maksiat jumlahnya sedikit. Ini berdasarkan firman Allâh Ta'ala :
(Qs. Shâd/38:24)
… Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu 
sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih; 
dan amat sedikitlah mereka ini… 

(Qs. Shâd/38:24)
Secara lebih luas, Imam al-Qurthubi rahimahullâh telah memaparkan pendapat-pendapat ulama yang lain dalam kitab tafsirnya.[12]

PELAJARAN DARI AYAT
  1. Tingginya kemuliaan umat Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dengan memperoleh anugerah kitab Al-Qur‘an yang memuat kebenaran dan hidayah kitab Injil dan Taurat.
  2. Luasnya rahmat Allâh Ta'ala bagi umat Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
  3. Kaum muslimin terbagi menjagi tiga tingkatan dalam beramal.
  4. Pentingnya berlomba-lomba dalam kebajikan.
  5. Orang yang berbuat dosa selain kufur dan syirik tidak kekal di neraka.
  6. Penjelasan mengenai kenikmatan penghuni surga.

Wallahu a’lam.

Marâji‘:
  1. Aisarut-Tafâsîr, Abu Bakar Jâbir al-Jazâiri, Maktabah ‘Ulum wal-Hikam, Madinah.
  2. Adhwâ-ul Bayân fi Îdhâhil-Qur‘ân bil-Qur‘ân, Muhammad al-Amin asy-Syinqîthi, Maktabah Ibnu Taimiyyah, Mesir, 1415 H – 1995 M.
  3. Al-Jâmi li Ahkâmil-Qur‘ân (Tafsir al-Qurthubi), Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâri al-Qurthubi, Tahqîq: ‘Abdur-Razzâq al-Mahdi, Dârul-Kitâbil-’Arabi, Cetakan IV, Tahun 1422 H – 2001 M.
  4. Jâmi’ul-Bayân ‘an Ta`wil Ay Al-Qur`ân, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Dâr Ibnu Hazm, Cetakan I, Tahun 1423 H – 2002 M.
  5. Kutub wa Rasâ‘il, Min Kunûzil-Qur‘anil-Karîm, ‘Abdul- Muhsin al-Abbâd al-Badr.
  6. Tafsîrul-Qur‘ânil-’Azhîm, al-Hafizh Abul-Fida Isma’îl bin ‘Umar bin Katsîr al-Qurasyi, Dârul Hadîts Kairo 1426 H- 2005 M.
  7. Taisîrul-Karîmir-Rahmân, ‘Abdur-Rahmân bin Nâshir as- Sa’di, Dârul-Mughni, Riyadh, Cet. I, Th. 1419 H – 1999 M.
[1]Taisîrul-Karîmir-Rahmân, 689.
[2]Ibid., 689.
[3]Al-Aisar, 2/1061-1062.
[4]Tafsîrul-Qur‘ânil-’Azhîm (6/568), al-Aisar (1062).
[5]Adhwâul Bayân (6/164).
[6]ibid
[7]Tafsîrul-Qur‘ânil-’Azhîm, 6/568,
[8]Adhwâul Bayân ( 6/164)
[9]Al-Aisar, 2/1062.
[10]Silahkan lihat al-Jâmi li Ahkâmil-Qur‘ân, 14/302-303.
[11]Kutub wa Rasâ‘il, Min Kunûzil-Qur‘anil-Karîm, 1/282.
[12]Silahkan lihat Al-Jâmi li Ahkâmil-Qur‘ân, 14/304.

Saat Ke'sabar'an Diuji

Bismillaah..

Matahari pagi ini sangat bersahabat, ia tak malu-malu muncul tapi juga tak memancarkan sinarnya begitu terik. Sebuah nikmat yang tak patut didustakan! Udara yang cukup dingin juga menawan hatiku untuk tetap berada pada tingkat semangat yang tertinggi.  Subhanallaah Wal Hamdulillaah atas nikmat yang Kau beri diawal hari ini ya Rabb, sunggug tak ada yang pantas ku nafikkan segala yang kau beri untuk hidupku sejak aku berada dalam rahim hingga hembus nafas terakhirku kelak.

Pagi ini pula, ku memulai segala hal yang biasa kulakukan setiap pagi saat aku dirumah. Mulai dari Bersih-bersih, membantu memandikan adik yang paling kecil hingga hal-hal sepele yang dirasa butuh tenagaku untuk membantu. Singkatnya hari-hari seperti ini adalah hari yang dipersiapkan untuk membantu orang rumah dan menerima beberapa "omelan" dari orangtuaku.

Apaa, Omelan? Gadis sebesar ku masih suka diomelin?

Hahaha, tak perlu heran! Mungkin mengomel adalah hobi orangtuaku, dan mungkin karena mengomel mereka dapat menyalurkan hasrat menasihati anak-anak mereka. Yaa, keep Posthink ajalah.!

Tapi ketika pekerjaan rumah telah kuselesaikan, tugas-tugas telah rapih, ternyata masih saja ada hal yang tidak berkenan dimata ibu maupun ayahku. sehingga tak jarang, akulah yang terkena imbasnya. Aku yang lebih sering mendapat omelan. Meskipun bukan aku satu-satunya anak mereka tapi sepertinya mereka lebih menyukai "menasihati" diriki daripada menasihari anak-anak yang lain.

Dan dahulu, saat aku masih jauh dari ilmu birrul walidayn, aku suka sekali membantah naasihat-nasihat mereka. Itu seperti tameng diri, ibaratnya aku menyiapkan amunisi balik saat ada serangan yang memborbardir diriku.

Namun kini berbeda, keadaannya berbeda. Aku sudah mengerti ilmunya, apalagi kini aku sudah berjilbab dan menutup sebagian wajahku. Sungguh rasanya ada yang ganjil bila aku membantah mereka. Tapi aku tak memungkiri, ada tekanan yang cukup kuat dalam hatiku untuk melawan ketika mendengar "nasihat" dari ibu. Sekuat tenaga pula aku menahannya, sesak dan sakit rasanya, sungguh. aku tak memungkiri, berat rasanya menahan bisikan syaithon. Bahkan kepala ini seketika menjadi sakit, tapi aku harus tetap menahan dan diam. Meskipun aku berada dalam posisi yang benar, apalah daya ku melayan Ibu. Sekali ibu mengatakan aku salah, ya sampai seterusnya ibi akan tetap menganggapku salah, tak berbeda pula dengan ayahku, mereka sama.

Aku menyadari bahwa sesungguhnya ini adalah ujianku, seberapa jauh aku bisa bertahan mempertahankan emosiku. Ku ingat haditd yang kupelajari saat di taman kanak-kanak dahulu "janganlah kamu suka marah maka bagimu syurga". Aaah Indah, aku menghibur diri dan secercah harapan baru mengelilingi hatiku "kamu bisa Put, jangan marah, nanti kamu dapat surga". Aku bersemangat, meskipun rasa nyeri dihati dan di kepala (akibat menahan amarah) masih terasa. tapi aku yakin aku harus belajar jadi lebih baik lagi agar orangtuaku tak memarahiku lagi. Dan saat itu pula, mataku berkaca-kaca dan airmataku mengalir secara alami sebagai efek menahan amarah dan nyeri dari hati.

Dan sa'at kesabaran ini kembali teruji, aku kan mengingat kembali hadits yang kupelajari dahulu, sebagai pelipur lara di hati ni.

Ketika Busana Muslimah Dicampakkan


Diambil dari Majalah Assunnah edisi 09/tahun XI
Dewasa ini muncul busana muslimah dengan beragam corak dan mode. Bahkan terpajang di outlet-outlet penjualan yang biasanya dipenuhi baju-baju pengumbar aurat. Namun, kebanyakan busana-busana muslimah tersebut masih mempertontonkan lekuk tubuh, sempit, lagi ketat. Demikian pula aneka jilbab gaul dengan desain seperti topi yang hanya menutupi rambut belaka.
Di sisi lain, busana muslimah hanya dipakai dalam acara-acara tertentu atau kegiatan keagamaan. Misalnya hanya ketika shalat, seorang wanita muslimah berusaha menutupi tubuhnya dari atas sampai bawah sehingga rambut dan kaki tidak terlihat. Namun, begitu salam telah diucapkan, maka keadaannya akan kembali seperti semula.
Mereka keluar rumah dengan mengenakan baju yang mereka sangka telah berdasarkan aturan Islam, akan tetapi kenyataannya tidak memenuhi syarat untuk menutupi aurat. Sehingga masuklah mereka ke dalam kategori “berbusana tetapi telanjang”. Seolah-olah menutup aurat hanya wajib ketika shalat semata atau sekedar kulit tidak terlihat lagi oleh mata lelaki lain. Wa ilallâhil musytaka (kepada Allâh Ta'âla lah tempat pengaduan).
إِذَا الْـمَرْأُ لَـمْ يَلْبِسْ لِبَاسًا مِنَ التُّقَى
تَقَلَّبَ عُرْيَانًا وَإِنْ كَانَ كَاسِيًا
وَ خَيْرُ لِبَاسِ الْـمَرْءِ طَاعَةُ رَبِّهِ
وَ لاَ خَيْرَ فِـيْمَنْ كَانَ عَاصِيًا
Apabila seseorang tidak mengenakan baju ketakwaan,
ia menjelma menjadi manusia telanjang kendati tubuhnya tertutupi.
Sebaik-baik pakaian adalah ketaatan kepada Rabbnya,
tiada kebaikan pada orang yang berbuat kemaksiatan.
RAHMAT ISLAM BAGI KAUM WANITA
Kandungan ajaran Islam, secara khusus sangat memuliakan derajat kaum wanita setelah pada zaman jahiliyah berada dalam level yang sangat rendah dan hak-haknya terinjak-injak. Islam menetapkan aturan-aturan bagi dua jenis manusia, lelaki dan wanita sesuai dengan kodratnya. Islam juga menyamakan kedudukan lelaki dan wanita dalam persoalan-persoalan tertentu, dengan berkaca pada hikmah Allâh Ta’ala.
Aspek-aspek perbedaan antara keduanya pun diakomodasi dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Konsistensi kaum muslimah dalam menjalankan syariat Allâh, adab-adab Islam dan moralitasnya, itulah metode paling utama dan sarana terpenting bagi pemberdayaan kaum wanita dalam pembangunan umat dan kemajuan peradaban. Hal ini telah dibuktikan oleh sejarah, sehingga semestinya memperoleh dukungan dan penghargaan dari seluruh umat Islam.
SLOGAN-SLOGAN MENYESATKAN BAGI KAUM MUSLIMAH
Para musuh Islam sangat berkepentingan terhadap penyelewengan kaum muslimah. Pasalnya, mereka mengetahui benar posisi strategis seorang wanita muslimah dalam pembinaan dan pembentukan generasi Islam yang kuat.
Melalui corong-corong (media massa) yang ada di negeri-negeri muslim, para musuh Islam itu melontarkan slogan-slogan yang bombastis, dalam rangka mengenyahkan kaum muslimah dari kesucian, benteng kehormatan dan peran penting pembinaan umat.
Dengan mengatas namakan tahrîrulmar‘ah (kebebasan bagi kaum Hawa), arraghbah filistifâdah min thâqatil mar‘ah (pemberdayaan kaum wanita), inshâfulmar‘ah (keadilan bagi kaum wanita/emansipasi) dan slogan-slogan yang berdalih modernisasi, para musuh Islam dan antek-anteknya mencoba memperdaya kaum muslimah.
Slogan-slogan dan propaganda-propaganda ini diarahkan kepada satu tujuan. Yakni menyeret kaum wanita Islam keluar dari manhaj syar’i, dan menyodorkannya kepada ancaman eksploitasi aurat, kenistaan, kehinaan dan fitnah. Sebagian dari kalangan muslimah ada yang bertekuk lutut menghadapi propaganda yang tampaknya baik, yakni untuk mengentaskannya dari “penderitaan”. Demikian yang dipersepsikan oleh kaum propagandis, baik dari kalangan sekularis maupun liberalis.
Orang-orang semacam ini, yang menjauhi syariat Allâh terancam dengan kehidupan yang sempit lagi menyesakkan.
Allâh Ta'âla berfirman:
(Qs Thâhâ/20:124)
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
(Qs Thâhâ/20:124)
TRAGEDI PELUCUTAN DAN PEMBAKARAN BUSANA MUSLIMAH
Gerakan “pembebasan” wanita sering unjuk gigi menggalang dukungan untuk menjauhkan kaum muslimah dari jati dirinya yang terhormat. Mereka melakukan demonstrasi dan menolak aturan yang menjaga kehormatan wanita. Hal itu bukan baru muncul belakangan ini, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak tahun 1919 M.
Pada waktu itu muncul demonstrasi kaum muslimah di Mesir tanggal 12 Maret 1919 di bawah komando Huda Sya’rawi untuk bersama-sama melepaskan hijab (pakaian muslimah yang sempurna). Ia adalah wanita Arab pertama yang melepaskan hijab. Selanjutnya, ia diikuti oleh istri Sa’ad Zaghlul. Wanita ini bersama wanita-wanita yang sudah terperdaya melepaskan hijab dan menginjak-injaknya. Dan kisah ini berakhir dengan pembakaran baju-baju yang menjadi identitas kaum muslimah tersebut.
Kebebasan yang mereka tuju, sebenarnya malah menjerumuskan mereka dalam kenistaan. Pasalnya, tindakan tersebut merupakan awal tercampaknya kehormatan dan keutamaan mereka.

PERLAKUAN ISLAM DAN MUSUH ISLAM TERHADAP MUSLIMAH
Allâh Ta'âla menciptakan wanita sebagai sumber ketenangan bagi lelaki dan menjadikannya sebagai tempat penyemaian benih. Seorang wanita juga bertanggung-jawab atas rumah suaminya. Allâh Ta'âla mentakdirkannya untuk mengandung dan bertugas mendidik anak-anak. Lantaran sedemikian besar dan berat tanggung jawab tersebut, maka Allâh Ta'âla memberikan tanggung jawab kepada kaum lelaki untuk memimpin dan membimbing wanita.
Sementara itu, kaum kuffar Jahiliyyah sangat membenci keberadaan wanita di tengah mereka. Bahkan ketika seorang anak perempuan lahir, tindakan yang mereka ambil, ialah membunuh dengan cara sadis atau menguburkannya hidup-hidup. Atau membiarkannya dalam keadaan nista. Pada masa itu, wanita pun tidak mempunyai hak waris, pendapatnya tidak pernah diperhatikan. Adapun seorang lelaki, ia boleh menikahi wanita manapun yang diinginkannya. Dia pun bebas untuk menyatukan banyak wanita di pelukannya, dan bahkan bebas untuk berbuat tidak adil kepada istri-istrinya.
Kemudian Islam datang untuk menyelamatkan kaum wanita dari kezhaliman masa Jahiliyah dan memberinya hak waris. Lelaki hanya boleh menikahi sampai empat wanita saja, dengan syarat sanggup berbuat adil kepada istri-istrinya. Jika tidak mampu, maka hanya boleh menikahi satu wanita saja.
Pandangan kaum kuffar zaman ini terhadap wanita sama saja dengan masa lampau. Mereka ingin agar kaum wanita menangani pekerjaan-pekerjaan kaum lelaki yang di luar kodratnya, supaya kaum wanita terlepas dari kemuliaan, kehormatannya, dan tampil menarik di hadapan para lelaki. Hingga dapat dimanfaatkan dengan harga murah dan mudah selama masih mempunyai daya tarik. Sebaliknya, jika sudah surut pesonanya, maka ia pun dipinggirkan.

BERBUSANA MUSLIMAH HUKUMNYA WAJIB
Persoalan hijab (busana muslimah yang sempurna) tidak membutuhkan ijtihad seorang ulama. Sebab dasar perintahnya sangat jelas terdapat dalam Al-Qur‘ân. Allâh Ta'âla berfirman :
(Qs. al-Ahzâb/33:59)
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin
agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Qs al-Ahzâb/33:59)
Ibnu Katsir rahimahullâh berkata:
"Allâh berfirman untuk memerintahkan Rasul-Nya supaya menitahkan kaum muslimah mukminah secara khusus kepada istri-istri dan putri-putri beliau untuk mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Supaya dapat dibedakan dengan wanita-wanita jahiliyyah dan ciri khas budak-budak wanita. Yang
dimaksud dengan jilbab, yaitu kain yang berada di atas khimâr (penutup kepala)."
Syaikh as-Sa’di rahimahullâh mengatakan:
"Inilah ayat yang disebut sebagai ayat hijaab. Allâh memerintahkan Nabi-Nya supaya meminta kaum wanita (muslimah) secara umum, dan Allâh memulainya dengan penyebutan istri-istri dan putri-putri beliau. Karena mereka merupakan pihak yang paling dituntut (untuk melaksanakannya) dibandingkan wanita lainnya. Orang yang akan memerintahkan orang (wanita) lain, seyogyanya mengawalinya dari keluarganya sebelum orang lain.
Allâh Ta'âla berfirman:
(Qs at-Tahrîm/66:6)
'Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…'
(Qs at-Tahrîm/66:6)
Artinya, di sini mereka diminta untuk menutupi wajah-wajah, leher-leher dan dada-dada mereka. Kemudian Allâh memberitahukan hikmah yang terkandung di balik aturan ini. Yakni "Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu". Ini menunjukkan, munculnya gangguan itu terjadi ketika kaum wanita tidak mengenakan hijab. Pasalnya, ketika tubuh wanita tidak tertutup dengan sebaik-baiknya (wanita tidak berhijab), mungkin saja timbul prasangka bahwa wanita itu bukan wanita baik-baik.
Dampaknya, lelaki yang hatinya sakit akan mengganggu dan menyakiti mereka. Atau mungkin saja mereka akan dihinakan, karena dianggap budak. Karenanya, orang yang mengganggu tidak berpikir panjang. Jadi, hijab merupakan penangkis hasrat-hasrat para lelaki yang rakus kepada kaum wanita…"
(Tafsir as-Sa’di secara ringkas).

KAUM WANITA MESTI BELAJAR AGAMA
Usaha perlawanan terhadap gerakan-gerakan yang membahayakan keutuhan umat wajib ditempuh, terutama oleh kaum wanita itu sendiri. Faktor terpenting yang telah menyeret wanita sehingga mengikuti budaya-budaya yang tidak bermoral, ialah karena unsur jahâlah (ketidaktahuan) terhadap agamanya.
Kebaikan yang sebenarnya bagi kaum wanita, ialah munculnya motivasi dari diri mereka untuk mempelajari hukum-hukum agama, serta kewajiban-kewajiban yang wajib mereka pikul, supaya diri mereka suci dan terjaga dari moral rendah ataupun sumber-sumber kenistaan.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِـيْ الدِّيْنِ
"Barang siapa dikehendaki kebaikan oleh Allâh padanya,
niscaya Dia akan mencerdaskannya dalam masalah agama."
(HR al-Bukhari dan Muslim)

Secara historis, konsistensi kaum muslimah dengan aturan-aturan Allâh Ta'âla dan nilai-nilai Islam dan moralitasnya merupakan jalan terbaik, dan sarana paling penting untuk memberdayakan kaum wanita dalam pembentukan keluarga, perbaikan dan pengokohan peradaban umat manusia.

KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ULAMA
Adanya fenomena negatif yang telah menghinggapi dan menyelimuti kaum wanita (remaja maupun dewasa), maka menjadi kewajiban orang-orang yang memegang kendali perwalian (wilayah) untuk memperhatikan mereka dengan sebaik-baiknya. Memberinya pendidikan dan pembinaan, serta membentengi mereka dari segala pengaruh yang merusak.
Terutama pada masa belakangan ini yang sarat dengan gelombang fitnah dan godaan yang menyergap dari segala penjuru. Para wali itulah yang memikul tanggung jawab yang besar ketika anak perempuan, istri maupun wanita-wanita yang menjadi tanggung jawabnya melakukan tindak penyelewengan.
Secara khusus, kebanyakan saluran informasi (media massa) yang beraneka-ragam bentuknya merupakan bagian dari panah beracun yang dibidikkan para musuh Islam untuk mengobrak-abrik para pembina generasi Islam dan pencetak ksatria masa depan (kaum muslimah). Setidaknya, para musuh Islam telah berhasil merealisasikan tujuannya saat para wali kaum muslimah kurang semangat dalam memikul tanggung jawab dan menyia-nyiakan amanah yang luar biasa besarnya itu, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allâh.
Allâh Ta'âla berfirman:
(Qs an-Nisâ‘/4:34)
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…."
(Qs an-Nisâ‘/4:34)
إِنَّ الرِّ جَالَ النَّاظِرِيْنَ إِلَـى النِّسَاءِ
مِثْلُ السِبَاعِ تَطُوْفُ بِاللَّحْمَانِ
إِنْ لَـمْ تَصُنْ تِلْكَ اللُّحُوْمَ أُسُوْدُهَا
أُكِلَتْ بِلاَ عِوَضٍ وَ لاَ أَثْـمَانِ
Sungguh, para lelaki yang melihat kaum wanita,
bak serigala-serigala yang mengitari setumpuk daging.
Jika singa-singa tidak menjaga daging-daging itu,
niscaya akan disantap tanpa timbalbalik maupun harga

Melihat adanya sejumlah orang yang mengadopsi dan mempropagandakan pemikiran liberalisme di tengah masyarakat muslim, dan lantaran muatan negatifnya dalam bentuk penentangan kepada Allâh dan Rasul-Nya, maka Syaikh Shalih Alu Syaikh berpesan, bahwa termasuk hal yang penting, yaitu adanya gerakan ulama, para mahasiswa, dan orang-orang yang mempunyai perhatian besar terhadap kebaikan untuk menghadang ancaman-ancaman itu, menumbangkan syubhat-syubhat mereka, dan membuka kedok mereka.

Diangkat dari kutaib al-Mar‘atu Baina Takrîmil-Islâmi wa Da’awat,
Tahrîr Muhammad bin Nâshir al ‘Uraini.
Pengantar: Syaikh Shalih bin ‘Abdil-’Azîz bin Muhammad Alu Syaikh,
Cetakan V, Tahun 1425

Tak Pantang di Negeri Perang


Kuliah memang menyenangkan karena pastinya akan bikin kita jadi orang yang kritis dan katanya juga jadi agen perubahan lho. Apalagi kalo kampusnya okey, nyaman, banyak temen yang bisa diajak sharing and ada di luar negeri lagi. Wuih pasti bakalan seru dan heboh dech pengalamannya. Yah itulah yang selalu jadi impian hampir semua pelajar di indonesia. Sobat fata pengen ke luar negeri juga donk?
Ketika kita mengharapkan sesuatu yang menyenangkan tentu pula kita harus siap ketika harus menelan pil pahit sobat. Lho kok? Yah, biasanya kuliah di luar negeri kan identik dengan kenyamanan tapi lain halnya jika keadaan telah berubah dan berbalik arah seperti yang dialami oleh salah satu sahabat kita yang sedang menimba ilmu di Syria. Semua tahu bahwa keadaan negara tersebut sedang memanas. Oleh karena itulah kita akan menyimak hasil wawancara penulis dengan nara sumber yang sedang kuliah disana.
Kondisi Terkini
Hampir semua media massa menyoroti Suriah saat ini. Mulai dari media cetak sampai media
elektronik sekalipun. Sobat bisa baca berita tiap hari yang selalu update mengenai kondisi terkini di Suriah.
Juli lalu setelah pejabat tertinggi Asad tewas akibat bom di gedung keamanan saat mereka mengadakan perkumpulan khusus, siangnya Damaskus (pusat kotanya) tergoncangkan. Karena ada penjagaan yang bener-benar ketat, banyak jalur menuju kota yang ditutup. Kemarin sempat ada kerusuhan antara rezim dengan oposisi di pusat kota yang berlanjut sampai malam. Waktu malamnya lampu mati dua kali, di tengah mati lampu banyak rakyat yg menyerukan suara takbir mereka dari kejauhan. Entah apa yang terjadi ketika itu.
Kemarin di Dilib salah satu provinsi suriah, tentara revolusioner berhasil menguasai bandara militer milik pemerintah yang mana sebelumnya bandara itu disunakkan sebagai pangkalan pesawat untuk membantai rakyat.
Penyebab Konflik
Siapa yang tidak kenal presiden Syria. Dia adalah penganut syi'ah sehingga jangan heran kalau syi’ah berkembang pesat. Ada suatu kota yang disitu menimbulkan kecemburuan orang-orang sunni. Orang-orang syiah hidup dengan bebas dan hidupnya terjamin, bahkan anak kecil pun dipersenjatai so banyak penganut sunni yang diperlakukan tidak adil.
Selain sebab itu, rakyat juga ingin pemerintah dzalim ini tumbang karena tidak bisa mengayomi rakyatnya. Belum lagi ribuan nara pidana yang sekian tahun tidak jelas statusnya sehingga hal ini juga memicu revolusi.

Suasana Kampus
Kalau dibilang nyaman, siapa sih yang nyaman belajar di tengah konflik? Tentu saja tidak ada yang mau. Pada awalnya kerusuhan hanya terjadi di pinggiran kota tepatnya di jalur-jalur perbatasan. Namun pernah satu kali konflik nyampai ke kota. Ketika itu kami pun di sini khawatir karena daerah yang kami tempati juga semakin gencar apalagi daerah yang ditempati kakak kelas (senior kami). Kemarin dari pagi sampai zuhur suara ledakan dan tembakan tak henti. Saat itu juga ada helikopter jatuh di pinggiran Damaskus. Sekarang alhamdulillah sudah agak mereda untuk dalam kota tapi di pinggiran perlawanan sengit masih memanas.
Di universitas sendiri pada awalnya banyak yang pro (mendukung) pemerintah namun sekarang banyak oknum yang berlaku sebaliknya alias kontra. Meski keadaan memanas seperti saat ini namun aktifitas belajar di kampus kami tetap jalan. Rektor dan para masyayekh siap menjamin keamanan mahasiswa indonesia dalam arti mereka telah menyiapkan tempat yang aman bagi kami jika konflik sampai ke kota.
Pihak universitas memandang konflik ini semata-mata politik jadi kalau ada perang mereka menganggap itu antara tentara revolusioner dengan tentara pro pemerintah. Sebagai lembaga pendidikan tentunya universitas beranggapan bahwa yang lebih utama adalah pendidikan mengingat mereka diberi amanah untuk mendidik mahasiswa yang bukan hanya dari dalam negeri tapi juga luar negeri. Tanggung jawab akan keamanan mahasiswa pun juga mereka emban.
Bom Dan Peluru Itu Biasa
Bagi mahasiswa luar seperti aku ini, mendengar peluru dan bom sangatlah jarang dan mungkin aku belum pernah menyaksikan secara langsung di tanah air. Tapi di sini hal itu lama kelamaan sudah hal biasa. Dentaman bom dan suara peluru yang keluar dari senjata api hampir kami dengarkan setiap hari. Dua hari ini saja agak tenang cuma sebelumnya dari pagi sampai sore nggak berhenti suara itu.
Mana ada di tanah air di tengah semangat belajar yang membara ada suara-suara yang memekikkan gendang telinga. Kalau pun ada yang belajar di akademi militer, itupun di lapangan khusus latihan. Itu semua tidak menyurutkan semangatku untuk belajar dan terus belajar. Aku selalu berdoa mudah-mudahan allah selalu menolong para mujahid yang berjuang di jalan Allah memerangi kedzoliman.
Perasaan temen-temen
Pada awalnya jumlah kami, mahasiswa dari indonesia sekitar 135 namun saat ini tinggal sekitar 75. banyak diantaranya pulang ke tanah air karena khawatir dengan keadaan di sini yang makin lama makin panas. Ada juga yang di evakuasi ke daerah yang lebih aman. Tapi temen-temen yang masih eksis di sini belum mau pulang karena kuliahnya belum kelar. Khawatirnya kalo misalnya ikut evakuasi nanti nggak ada yang jamin bisa masuk sini lagi untuk melanjutkan kuliahnya, makanya saat ini kami memilih tetap di sini, apalagi seperti yang telah kami ungkapkan sebelumnya bahwa pihak kampus dan KBRI menjamin keselamatan mahasiswa khususnya dari tanah air.
Sobat muda fata. Itu tadi beberapa penuturan dari temen kita yang sekarang masih eksis disana. Banyak ibrah yang bisa kita ambil. Sahabat kita tadi harus belajar di tengah suara peluru dan bom saj masih semangat dan pantang menyerah. Pertanyaan kita, bagaimana dengan kita yang ada di tanah air? Negara kita dalam kondisi aman dan suasana belajar pun di lingkungan kita mendukung tapi kok justru prestasi dan semangat belajarnya di bawah mereka. Malu dong, harusnya kita semangat untuk terus menuntut ilmu. Bukannya kita diperintahkan untuk menuntut ilmu dari semenjak kita lahir hingga ajal menjemput kita? So tidak ada kata terlambat, yuk segera berbenah diri untuk meraih masa depan menjadi orang yang taqwa dan cendekia. Amiin….Sa_

Disunting dari Majalah elfata